Kamis, 21 Juni 2012

I Galigo Hari Ini


Galigo Hari Ini :
 
1)
 Sanreka nabelleang ka (80, Renrinna to kera e (7), Annung passiona (6)

Arti Bugis Umum : Awwe bateku maddennuang rialena, lemmuha nyawana nabellengka, nakalasiangka

Arti Indonesia : Pupus sudah harapan, kepercayaanku engkau hianati, engkau nodai
...
Penjelasan : Kata sulit sekaligus kata kunci dari Galigo ini terletak pada kata RENRINGNA TO KEERAE dan ANNUNG.

Renringna To Kera’E, merunut pada sejarah dan penuturan beberapa Tetua masyarakat Keera yang sempat kami hubungi, dahulu rumah-rumah masyarakat keera lazim menggunakan anyaman yang terbuat dari daun pohon Sagu. Mengingat saat itu, daerah Keera hingga ke daerah di utaranya (Siwa, Boriko, hingga Luwu) terkenal sebagai penghasil Sagu, sebelum digantikan dengan tanaman cengkeh. Atap anyaman ini disebut atap rumbia yang dalam bahasa bugis disebut BAKKAWENG, berasal dari kata BAKKAA yang berarti melebar.

Annung, merunut pada penjelesan daeng Madong Arisona (dalam diskusi maya di Group Galigo Bugis) annung adalah sejenis pengikat, dibuat dari kulit pohon Annung yang masih muda (sebesar pohon bambu). Dulu di tanah Bugis, saat tanaman padi mulai bernas (berisi)/menjelang masa Arenggalang (panen dengan menggunaka Rakkapeng (Ani-Ani) para petani masuk ke hutan mencari Annung. Batang annung itu kemudian dimemarkan hinga kulit dan kayunya terpisah. Kulitnya itu kemudian dijemur 1-2 minggu, annung yang telah kering dipakai untuk pengikat Wesse. Wesse adalah bahasa Bugis untuk menyebut satuan rimbun padi yang masih melekat pada batangnya dan telah dipotong memakai Rakkapeng tadi. Annung sendiri sesungguhnya bukanlah bahan pengikat yang kuat (rapuh), marafo dalam bahasa bugis.

Dari penjelasan diatas maka Galigo ini bermakna, BERSANDAR DAN AKU TERTIPU, PADA KATA-KATANYA YANG MEMBUAI (MELEBAR), TERNYATA SEMUA HANYA ISAPAN JEMPOL/TAK ADA DASAR YANG KUAT (RAPUH).

2)
Ri Majeppi Mabbicara (8)
Ri Tualonrongpasi (7)
Mappasilolongeng (6)

Arti Bugis Umum
Narekko depale tositoto ri lino, engkamuatu matu seuwwa wettu nato mabbicara na mappasilolongeng.

Arti Indonesia
Kalaulah dunia tak merengkuh cintaku, kelak akan tiba masa yang membuka ruang untuk cinta kita.

Penjelasan

Cukup lama waktu yang dibutuhkan bagi kami untuk mencari makna perkata dari Seri ini, seri terakhir dari serial Galigo pada lagu Bulu Alauna Tempe. Kata kunci dari Galigo ini terletak pada kata MAJENG dan TUALONRONG. Kata Majeng sendiri memiliki makna ALAM KUBUR (Kuburan) namun ada pula yang mengartikannya ALAM BAKA (Akhirat). Kiranya dua makna ini bukanlah masalah besar, karena maksud yang dituju dua kata ini tetap sama, yakni alam kekal. Alam yang didapatkan setelah kematian.

Namun dalam konteks Galigo seri 94 ini, kami cenderung memaknainya sebagai Alam Akhirat. Hal ini merujuk pada kalimat pada baris kedua yakni “Ri Tualonrongpasi”. Meski bagi kami kata ini adalah kata kunci, namun untuk menemukannya makna katanya justru sangat melelahkan dan memakan waktu yang tidak sedikit. Diskusi panjang di dunia maya dan dunia nyata membawa kami pada beberapa asumsi, yakni :

1. Kemungkinan ada kesalahan pengetikan, pelafalan dalam Galigo tersebut seharusnya berbunyi TUALONRANG bukan TUALONRONG. Kata TUA tetap merujuk pada makna Tua, Matua (Sudah tua, Berusia tua, Orang yang sudah tua), sementara Lonrang merujuk pada kata Mallonrang (Membujur, Terbujur, Batang, Sebatang). Jadi kata TUALONRANG bisa dimaknai sebagai sosok orangtua yang telah terbujur kaku, lebih tepatnya telah meninggal.

2. Jika kata TUALONRONG adalah kata yang benar atau kata asli dari Galigo tersebut. Maka maknanyapun tetap senada dengan kata TUALONRANG, namun karena sosok tua yang dimaksud adalah Manusia, maka kata ini tidak tepat. Kata LONRONG biasanya disematkan pada bangkai binatang atau pada untuk menyebut satuan pada buah, sayuran, batang pohon tunggal yang tergeletak atau digeletakkan. Lihat kalimat berikut “Silonrong-lonrong mani anakna iro Manu’E” (Kasian induk Ayam itu, anaknya hanya tersisa satu) atau “Tapasileleangmana bua kiloro’ta silonrong” (berilah saya sayuran buah Kelor tuan).

3. Boleh jadi kata TUALONRONG diatas tidak bermakna terbujur, nama bermakna “seorang diri”, “merana” seperti pada kalimat “Silonrong-longrong” diatas. Jika kata ini yang dipakai makna makna Galigo seri ini berubah menjadi : “Kalaulah dunia tak merengkuh cinta kita, mungkin kita harus merengkuhnya di akhirat atau saat kita berdua telah janda nantinya”. Ingat, kata janda selalu senada dengan makna seorang diri atau merana.

Apapun makna yang tepat, para pembacalah yang dapat menyimpulkan. Silahkan menyimpulkan sambil menunggu terbitnya buku “Bulu Alauna Tempe”, buku yang akan mengupas tuntas makna dari galigo-galigo cantik yang dijadikan lirik lagu Bulu Alauna Tempe. Buku ini akan diterbitkan secara mandiri dengan dana sendiri dan bantuan donatur, oleh beberapa penerbit buku sudah dicap “tidak akan laku dijual”.
3)
 Mammasepi DewataE (8)
Nalolang si Talleang (7)
... Si PomenasaE (6)

Arti Bugis Umum
Engkapa Pakkamasena Puangnge na makkulle siala di PomenasaE

Arti Indonesia
Setelah mendapat Rahmat dari Tuhan yang Maha Esa, maka orang yang sudah berjodoh pasti akan dipertemukan. Meski ia tak saling kenal sebelumnya.

Penjelasan
Galigo ini saya persembahkan khusus buat sahabat saya, daeng Idham Jufri. Yang segera melangsungkan pernikahannya, mempersunting Andi Tenri Ukmi. Beliau berdua dinikahkan melalui proses “Passiodo” oleh keluarga masing-masing. Meski dijodohkan tapi disinilah letak nilai seni dari percintaan mereka. Tak satupun dari mereka berdua yang pernah membayangkan jika kelak mereka akan berjodoh. Kata pepatah Bugis “Sikkoamuatu lolona, barang-barang esso nasikapueng”, pepatah yang sama juga ditemui dalam bahasa Jawa “Tresno, jalaran soko kulino” yang artinya CINTA ITU TUMBUH DARI KEBERSAMAAN. Akh... sungguh indah daeng, ingin kuualangi rasanya.

Satu-satunya kata sulit sekaligus kata kunci dari Galigo ini adalah “SITALLEANG”, berasal dari kata TALLE / NAMPAK. Kata ini sangat jamak ditemukan dalam Lontara Sebboq / Lontara Assikalaibineng ( Kita Persetubuhan Bugis ), yang mengandung makna “TALLE RAPANG BURANEWE NENNIA MAKKUNRAIYYE” / Sudah nyata/nampaklah perbedaan antara pria dan perempuan. Dalam khasanah Budaya Bugis, perbedaan hakiki sosok Pria dan Perempuan hanya dapat dilihat dan dimaknai setelah mereka menikah.

Kata lain dari SITALLEANG yang juga jamak ditemui dalam Lontara Sebboq adalah SIUJURENG / SALING (Baca : Sama-sama) MEMBUJUR. Sebuah kondisi dimana terjadi penyatuan / membujurnya tubuh sang Pria dan Perempuan pada waktu dan kondisi yang bersamaan. Dalam bahasa Bugis kekiniaan, yang tak lagi mengedepankan tata krama dan kesantunan bicara. Kata SITALLEANG dan SIUJURENG, acapkali diganti dengan kata (maaf) MABBAI atau lebih parah lagi MALLAI, MANGCALU, MASSAI (bersetubuh), padahal sejatinya kata-kata ini hanya cocok untuk proses kawin mawin oleh binatang.


4)
Tellongno Siduppa Mata (8)
Takawing Nawa-nawa (7)
... Tasibeta Cinna (6)

Arti Bugis Umum
Cellenimai pale ndi, mauni cinampe bawang, nassau cinnaku. Rilaleng nawa-nawapi upototoki.

Arti Indonesia
Jika demikian, tampakkanlah wajahmu dinda. Meski sejenak, itukan mengobati lara hati. Cukup dalam hati engkau kumiliki.

Penjelasan
Makna kata :
Tellong = Singkaplah, Siduppa = Bertatap, Mata = Mata.
Takawing = Kita Kawing, Nawa-nawa = Angan=angan
Tasibeta = Saling lunas, Cinna = Hasrat

Tidak ada kata sulit dalam Galigo ini, masing-masing baris lugas menawarkan maknanya. Kala sang Pria mendengar penuturan sang Dara, bahwa sudah ada sosok lain dihatinya. Maka pupuslah sudah harapan sang Pria.

Tak ingin pulang dengan tangan hampa, sang pria dengan tutur halusnya, meminta sang Dara. Sudilah kiranya menampakkan wajahnya sejenak. Agar sedikit terobati rasa laranya, meski itu tak mungkin. Tak lupa sang Pria, memaklumatkan kadar cintanya. Jika tak dapat memiliki (meminang) sang Dara di dunia nyata. Cukuplah ia miliki dalam hatinya saja. Ohhhh... sungguh syahdu dan melankolis cintamu Daeng.

Ngototnya sang Pria ingin melihat wajah sang Dara, tentu ada alasannya. Dahulu kala, sangat sulit bagi siapapun untuk melihat apalagi menatap paras seorang perempuan, apalagi yang masih perawan. Dalam khasanah budaya Bugis, jendela kamar seorang dara mesti disertai dengan pintu khusus, jadi siapapun tak dapat melongok kedalamnya. Terlebih, rumah itu itu adalah rumah panggung. Maka jika seorang pria ingin “chating” dengan sang dara, maka itu dilakukan dengan cara menulis surat atau pesan pada secarik kertas atau daun lontar. Lalu dimasukkan dalam buluh bambu, untuk selanjutnya ditiupkan hingga masuk kekamar sang dara. Mirip dengan sumpit. Jadi, sang Pria harus berusaha dan punya keahlian “masseppung” (menyumpit).

Jika pun pada kesempatan tertentu, sang dara keluar dari rumah. Maka dipastikan ia akan mengenakan dua buah sarung. Satu Sarung dipakai untuk menutup tubuh bagian bawah. Satu lagi dipakai untuk menutupi kepala hingga perutnya (ia tetap memakai baju). Sarung dikenakan sedemikian rupa untuk menutupi wajahnya, jangankan untuk melihatnya dari samping, dari depanpun tak mungkin. Bahkan melihat matanya saja tak bisa, lebih tertutup dibanding Burka dari tanah Arab.

5)
 

Narampeanni Widanna
Pawalung masagala
Lao Ri Pammasareng

Arti Bugis umum :
...
Pawelaini tau belalae, maccae, sulessanae
Lao ri tudang maradde’na

Arti bahasa Indonesia :

Telah kembali keharibaanNya, seorang
Sang legenda, cendikiawan, lagi bijaksana
ke tempat peristirahatannya.

6)
Mau Tellu Pabbisena (8)
Na Bongngo Pong Lopinna (7)
... Teawak Nalureng (6)

Arti Bugis Umum
Mauni magaretta, sogi, nennia arung. Naiyya kiya dee namadeceng pahangna, teayaka napubene

Arti Indonesia
Meski ia tampang, kaya dan bangsawan. Tapi, tidak berilmu (agama), sungguh kutakrela dipersuntingnnya.

Penjelasan
Dalam Galigo ini (seri 86), tidak ada kata sulit. Galigo ini adalah jawaban dari Galigo sebelumnya (seri 85), galigo ini juga menegaskan kembali. Bahwa untuk menjadi suami (manusia) seutuhnya tidak hanya Paras, Harta dan Status yang jadi patokan. Seorang suami adalah Imam bagi keluarganya, adalah wajar jika perempuan Bugis (yang berbudaya) selalu mengharapkan sosok pria yang memiliki “ Tiga Pabbise tersebut “ tapi juga memiliki paham / ilmu yang cukup.

Selain konsep Tellu Pabbise tersebut. Dalam memilih jodoh, masyrakat Bugis juga memiliki tatanan / patokan sendiri, yang dikenal dengan konsep “ EPPA SULAFA / WALASOJI “. Yakni, Allakkaing, Allakaingeng, Allekkung, Allekku-lekkungeng, untuk calon suami. Lalu, Abbaineng, Abbainengeng, Abbineng, Abinne-binengeng , untuk calon istri.

7)
Tunrukko Nalureng Toto (8)
... Aja Mulegak-legak (7)
Nasomperengammo (6)

Arti Bugis Umum
Tunrukki, tanukui-nukui totota. Aja tasampeangngi, nassakareng ammaki

Arti Indonesia
Terima dan pasrah sajalah pada suratan nasib / jodohmu. Jangan berlebihan jika engkau tidak menyuakainya, bisa jadi nanti adik diabaikan.

Penjelasan
Galigo ini adalah bentuk rayuan khas seorang Pria Bugis pada perempuan. Kata-katanya singkat tapi menghanyutkan, tegas tapi seolah mengikat. Dengan cantik ia melambungkan hati sang Perempuan, untuk kemudian diikat, justru saat sang Dara masih terasa di awang-wang. Konon jarang, kaum hawa yang mampu melepaskan diri dari rayuan model ini. Setidaknya, dua sejoli warga kita di Group ini telah membuktikannya. 13 hari kedepan, keduanya akan mengikatkan tali-tali asmara mereka di “Lamming Mpulawengna”.

Senanda dengan Galigo seri sebelumnya ( Seri 86 ), dalam galigo ini juga tidak ada kata sulit. Murni mengandalkan permainan kata yang berbalut aturan sastra yang rumit. 8 Suku kata (huruf Lontara) di baris pertama, 7 dan 6 pada baris kedua dan ketiga. Disamping itu, keunikan Galigo-galigo dalam serial Lagu Bulu Alauna Tempe ini juga terletak pada tautan antara bait. Kata terakhir pada baris ketiga pada bait sebelumnya, akan menjadi inspirasi / patokan utama pada Galigo berikutnya. Sebagai contoh, kata “Nalureng” adalah kata terakhir pada baris ketiga pada bait / Galigo seri 86. Nah, kata tersebut kemudian menjadi patokan pada baris pertama Galigo seri 87. Yakni, “Tunrukko Nalureng Toto”.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Banner 468 X 60